PENGELOLAAN KONFLIK
A.
PENGERTIAN
PENGELOLAAN KONFLIK
Dalam sebuah organisasi apapun bentuk dan jenisnya merupakan
himpunan sejumlah manusia (dua atau lebih) yang bekerja sama selalu terjadi benturan-benturan,
baik antar individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan yang disebut
konflik dalam bekerja. Dengan kata lain dalam kehidupan organisasi yang
didalamnya terlibat interaksi sejumlah manusia sebagai karyawan/anggota
organisasi, terjadi konflik merupakan fakta yang tak dapat dihindari. (Nawawi,
2006: 332)
Oleh karena itu apapun bentuk konflik yang terjadi di dalam
suau organisasi, secara pasti berakibat pada pelaksanaan pekerjaan yang tidak
efektif dan tidak efesien. Untuk itulah setiap pemimpin harus mampu
menyelesaikan atau sekurang-kurangnya membantu penyelesaian konflik yang
terjadi dalam organisasi. Dengan bentuk manajemen konflik secara maksimal.
Konflik menurut kartini kartono (dalam Nawawi, 2006: 333)
mengatakan bahwa konflik adalah oposisi interaktif berupa antagonisme
(pertentangan), benturan paham, perselisihan, kurang mufakat, pergeseran,
perkelahian, tawuran, benturan senjata dan perang. Konflik adalah pergesekan
atau friksi yang terekspresikan di antara dua pihak atau lebih, di mana
masing-masing mempersepsikan adanya intervensi dari pihak lain, yang dianggap
menghalangi jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya terjadi bila semua
pihak yang terlibat, mencium adanya ketidaksepakatan.
Menurut Robins dalam Wirawan (2009:5) “Konflik adalah suatu
proses dimana A melakukan usaha yang sengaja dibuat untuk menghalangi sehingga
mengakibatkan frustasi pada B dalam usahanya untuk mencapai tujuan atau
meneruskan kepentingannya. Menurut Digilamo dalam Wirawan (2009:5) “Konflik adalah
suatu proses yang dimulai ketika individu atau kelompok merasa ada perbedaan
dan oposisi antara dirinya sendiri dan orang lain atau kelompok tentang
kepentingannya dan sumber daya, kepercayaan, nilai-nilai, atau kebiasaan itu
berarti bagi mereka”.
Sedarmayanti (2000:137) mengemukakan “konflik merupakan
perjuangan antara kebutuhan, keinginan, gagasan, kepentingan atau pihak saling
bertentangan, sebagai akibat dari adanya perbedaan sasaran (goals);
nilai (values); pikiran (cognition); perasaan (affect); dan
perilaku (behavior)”. Beberapa definisi tentang konflik tersebut, dapat
disimpulkan bahwa konflik adalah suatu proses yang terjadi antara manusia dalam
interaksinya dengan orang lain disebabkan perbedaan kebutuhan, perbedaan
aktivitas dan perbedaaan pandangan dalam suatu masalah.
Berkaitan dengan pengertian konflik di atas maka dapat
diartikan bahwa konflik diawali dengan persaingan, sehingga selama ada individu
maupun kelompok yang dinamis dan memiliki vitalitas besar untuk mengembangkan
diri, kelompok atau organisasi, maka selama itu pula terdapat potensi konflik
di lingkungan sebuah organisasi.
Menurut Fren Luthans konflik berarti suatu kondisi
pertentangan antar tujuan berdasarkan nilai-nilai dan sasaran-sasaran di
dalamnya, yang berdampak timbulnya perilaku dan emosi yang tidak sama dan
mengarah pada permusuhan dan pertikaian. (dalam Nawawi, 2006: 333)
Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah
yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Perbedaan pendapat tidak
selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada
keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan
sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak
menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya.
Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik,
terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan
dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang
terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang
yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Dengan demikian manajemen/pengelolaan konflik merupakan
serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu
konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku)
dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests)
dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak
ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi
konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika
ada kepercayaan terhadap pihak ketiga (Ardi Maulidy Navastara, 2007).
Menurut Ross (1993), manajemen/ pengelolaan konflik merupakan
langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka
mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama
dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau
pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku)
para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran
terhadap konflik.
Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen/
pengelolaan konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota
merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen
konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif,
artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus
menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan
ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan
diatas, bahwa manajemen konflik meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan
terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi
karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka
dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan
untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan
atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.
B.
UPAYA
PENGELOLAAN KONFLIK
Menurut
Dawn M. Baskerville (1993), Konflik dapat dicegah atau
dikelola dengan cara:
-
Disiplin
Mempertahankan
disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat
harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi.
Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
-
Pertimbangan
Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik
dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan
pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi
dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi,
sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk
menduduki jabatan yang lebih tinggi.
-
Komunikasi
Suatu
Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif.
Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah
dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang
akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
-
Mendengarkan
secara aktif
Mendengarkan
secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan
bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar,
mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa
mereka telah mendengarkan.
-
Teknik
atau Keahlian untuk Mengelola Konflik
Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung
pada: Konflik itu sendiri, Karakteristik orang-orang yang terlibat di
dalamnya, Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian
konflik, Pentingnya isu yang menimbulkan konflik, dan Ketersediaan
waktu dan tenaga. Manajemen
harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang melahirkan
konflik yang bersifat disfungsional) yang justru merusak spirit sinergisme
organisasi tanpa melupakan continous re-empowerment.
Menurut
Dawn M. Baskerville, 1993:65), Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat
dipilih dalam menangani konflik yang muncul yaitu:
ü Avoiding: gaya seseorang atau
organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang sensitif
dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak
menimbulkan konflik terbuka.
ü Accomodating: gaya ini mengumpulkan dan
mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat
konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan
kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
ü Compromising: merupakan gaya menyelesaikan
konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik,
sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang
sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
ü Competing: artinya pihak-pihak
yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada akhirnya
harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya
kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose
solution).
ü Collaborating: dengan cara ini
pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang
memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam
menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain.
Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
ü Conglomeration (mixtured
type): cara ini menggunakan
kelima style bersama-sama dalam penyelesaian konflik
Menurut Andika Shobirin dalam
artikelnya, Ada tiga bentuk menajemen konflik :
a.
Stimulasi konflik dalam satuan-satuan organisasi di
mana pelaksanaan kegiatan lambat karena tingkat konflik terlalu rendah.
b.
Pengurangan atau penekanan konflik bila terlalu
tinggi ataumenurunkan produktivitas
c.
Penyelesaian konflik
C. CONTOH PENGELOLAAN KONFLIK
Beberapa
contoh pengelolaan konflik ada dibawah ini, yaitu :
1. Pengelolaan
Konflik di SMK Negeri 1 Purwodadi
Penelitian
ini mempunyai tiga tujuan. (1) Mendeskripsikan pengelolaan sumbersumber konflik
di SMK Negeri 1 Purwodadi. (2) Mendeskripsikan pengelolaan Jenis-jenis konflik
di SMK Negeri 1 Purwodadi. (3) Mendeskripsikan pengelolaan penanganan konflik
di SMK Negeri 1 Purwodadi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
kualitatif dengan pendekatan etnografi. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara, observasi, dan dokumen. Hasil penelitian ini ada tiga. (1)
Pengeloaan sumber-sumber konflik di SMK Negeri 1 Purwodadi tidak bisa dilepaskan
dari peranan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah sebagai mediator sekaligus
motor penggerak pengelolaan konflik yang efektif dan berdampak positif bagi
kemajuan sekolah. (2) Pengelolaan jenis-jenis konflik di SMK Negeri 1 Purwodadi
melingkupi macam-macam segi konflik terdiri dari konflik siswa, konflik guru
sampai konflik karyawan. Pada dasarnya konflik yang terjadi di SMK Negeri 1
Purwodadi adalah jenis konflik yang melibatkan segi antar guru maupun guru
dengan karyawan sedangkan konflik antar siswa atau yang melibatkan siswa lebih
sedikit atau minim.(3) Pengelolaan Penanganan Konflik di SMK Negeri 1
Purwodadi, untuk mengatasi konflik mempunyai delapan strategi yang dilakukan
kepala sekolah 1) dengan strategi manajemen SWOT yang merupakan metode
perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman dalam suatu lingkup pembelajaran di sekolah; 2) Penanaman
nilai TOP (tangguh optimis dan pemberani); 3) mediasi; 4) mengundang guru tamu;
5) majelis pengajian; 6) reorganisasi struktur; 7) In House Training (IHT); dan
8) penyusunan job description.
2.
Implementasi Manajemen Konflik di Madrasah
Tsanawiyah Nurul Yaqin Pengalihan Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir
Penelitian
ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk
mengetahui implementasi manajemen konflik dan faktor-faktor yang menjadi
penyebab terjadinya konflik di Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin Pengalihan
Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir. Subjek penelitian ini adalah
Kepala Madrasah dan para Guru Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin yang berjumlah
tiga orang sedangkan objek dalam penelitian ini adalah implementasi manajemen
konflik dan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik di Madrasah
Tsanawiyah Nurul Yaqin Pengalihan Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir.
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2011. Teknik
pengumpulan data ada 3 yaitu wawancara, observasi, dokumentasi. Dengan
menggunakan analisis domain, dan analisis taksonomi. Selanjutnya untuk menguji
keabsahan data menggunakan triangulasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa implementasi manajemen konflik di Madrasah Tsanawiyah Nurul
Yaqin dapat dikatakan baik sebab : Kepala madrasah mengidentifikasi gejala
konflik, memahami bagaimana mengetahui gejala konflik, memahami gejala konflik,
memahami bagaimana cara mengetahui sumber-sumber konflik, mengetahui penyebab
konflik, mengelompokkan sumber-sumber konflik, mengelompokkan konflik yang
bersifat fungsional dan disfungsional, memahami konflik yang termasuk penting
dan mendesak untuk diselesaikan, mengetahui pendekatan yang digunakan dalam
penyelesaian konflik , mengevaluasi untuk mengoreksi ataupun pemantapan pada
langkah-langkah sebelumnya. Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab
terjadinya konflik di Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin Pengalihan Kecamatan
Keritang Kabupaten Indragiri Hilir adalah salah paham, perbedan pendapat dari
masing-masing pihak merasa benar yang berdampak pada ketegangan antar individu,
terlalu sensitif, kurangnya kemampuan dalam berkomunikasi, terlalu berlebihan
dalam berkomunikasi pada salah satu pihak sehingga pihak lain hanya sebagai
pendengar, dan adanya friksi antar pribadi.
3. Manajemen
Konflik Untuk Menciptakan Komunikasi Yang Efektif (Studi Kasus Di Departemen
Purchasing PT. Sumi Rubber Indonesia)
Perilaku
buruk yang dilakukan oleh seorang karyawan dalam sebuah organisasi akan
menghambat komunikasi yang terjadi antar anggotanya. Perilaku buruk yang kerap
terjadi disebuah perusahaan adalah memeras, suap, menggertak, menipu,
ketidakjujuran, intimidasi, pelanggaran privasi, pelecehan seksual, ancaman,
pencurian, diskriminasi, pemberian informasi yang salah. Di departemen
Purchasing PT. Sumi Rubber Indonesia terdapat beragam perilaku buruk yang
ditemukan, diantaranya adalah agresi kejahatan, penipuan, ketidaksopanan,
sabotase dan pencurian. Komunikasi berarti memberikan informasi dan
mendistribusikannya kepada para anggota organisasi, jika distribusi tersebut
terhambat karena adanya perilaku buruk yang dilakukan oleh seseorang atau salah
satu karyawan maka komunikasi yang terjalin menjadi tidak efektif. Dalam jangka
panjang komunikasi yang tidak efektif tersebut akan mengakibatkan timbulnya
kesalahpahaman penafsiran sehingga menimbulkan prasangka dan akhirnya berujung
pada konflik dalam internal perusahaan atau organisasi. Peran manajemen sangat
dibutuhkan untuk mengatasi konflik yang terjadi karena dampak dari konflik
tersebut akan berimbas pada kinerja dan efektifitas pekerjaan diperusahaan
khususnya di PT. Sumi Rubber Indonesia.
4.
Strategi Pengelolaan Konflik Internal Partai
Politik (Studi terhadap Pembekuan Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan
Pembangunan di Kabupaten Bangkalan)
Konflik
dalam tubuh partai politik menjadi fenomena unik di era reformasi ini. Umumnya,
partai gagal melakukan konsensus untuk menyelesaikan konflik. Akibatnya
interaksi dalam kepentingan politik kerap menggunakan metode konflik. Konflik
elite partai ini menjadi bukti tidak adanya konsesnsus bersama para elite
partai. Salah satu konflik yang terjadi dalam internal partai politik adalah
konflik yang terjadi pada Partai Persatuan Pembangunan di Jawa Timur. Dimana
Dewan Perwakilan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan Jawa Timur mengeluarkan
surat keputusan untuk membekukan kepengurusan partai di Kabupaten Bangkalan
yang dianggap tidak berfungsi dengan maksimal dalam pemilu tahun 2009. Bahkan
ada indikasi adanya “perlawanan” dari pengurus DPD Kabupaten Bangkalan dalam
pemenangan pemilu tahun 2009, sehingga Dewan Perwakilan Wilayah memutuskan
untuk membekukan kepengurusannya. Disisi lain, unjuk rasa ratusan kader Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) yang memprotes pembekuan Dewan Pimpinan Daerah PPP
Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, berakhir ricuh. Massa saling dorong dan baku
pukul dengan petugas keamanan. Aksi saling dorong dan saling pukul antara
demonstran dan aparat keamanan tidak terhindarkan ketika massa memaksa masuk ke
Kantor DPW PPP Jatim. Petugas menghalangi demonstran karena khawatir mereka
akan bertindak anarkisme.
Pendekatan
teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik oleh Dahrendorf,
yang menyatakan bahwa kebanyakan konflik yang melibatkan massa tidak terlepas
dari salah satu faktor kebijakan yang dianggap diskriminasi dan menjadi motivator
untuk melakukan konflik, baik itu secara langsung ataupun sebaliknya. Hal ini
telah dijelaskan oleh Dahrendorf yang telah menjelaskan tentang kondisi-kondisi
dimana kepentingan laten itu menjadi manifest dan kelompok semu dapat diubah
menjadi kelompok-kelompok kepentingan yang bersifat konflik. Kondisi-kondisi
ini diklasifikasikan sebagai, kondisi teknis, politik, dan sosial.
Peneliti
menggunakan jenis penelitian deskripstif melalui pendekatan kualitatif, dengan
adanya penelitian tersebut dapat memberikan pemahaman dan pengertian secara
mendalam terhadap objek peneliti, dari pelaksanaanya peneliti berhasil
mengumpulkan data serta informasi yang akurat dari informan, sedangkan
perspektif yang digunakan adalah bahwa data yang dikumpulkan di upayakan untuk
di deskripsikan berdasarkan ungkapan, bahasa, cara berpikir dan pandangan
subjek penulis.
5. Strategi
Kepala Sekolah dalam Manajemen Konflik di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah
10 Palembang
Penelitian
ini bertitik tolak dari pemikiran bahwa strategi kepala sekolah dalam manajemen
konflik merupakan langkah dalam peningkatan manajemen sekolah, yang mana salah
satu komponen terpenting yang harus diperhatikan dalam lingkungan sekolah
adalah manajemen konflik, konflik dalam lingkungan sekolah terdiri dari konflik
dalam diri individu, konflik antar individu, konflik antar individu dengan
kelompok, konflik antar kelompok, dan konflik antar organisasi. Oleh karena itu
kepala sekolah mempunyai tugas yang sangat berat yaitu memanajemen konflik,
sehingga kepala sekolah harus menyusun strategi dalam mengatasi konflik, dengan
terkelolanya konflik dengan baik akan berdampak positif dalam kelangsungan
proses pendidikan dan pencapaian tujuan pendidikan. Adapun masalah yang
diteliti penulis yaitu: apa saja penyebab konflik di SMP Muahmmadiyah 10
Palembang?, bagaimana strategi kepala sekolah dalam manajemen konflik di SMP
Muhammadiyah 10 Palembang?, dan faktor apa saja yang mempengaruhi strategi
kepala sekolah dalam manangani konflik di SMP Muhammadiyah 10 Palembang?, sedangkan
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab konflik di SMP Muhammadiyah
10 Palembang, mengetahui strategi kepala sekolah dalam manajemen konflik di SMP
Muhammadiyah 10 palembang, dan faktor apa saja yang mempengaruhi strategi
kepala sekolah dalam manajemen konflik di SMP Muhammadiyah 10 Palembang, adapun
informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan siswa SMP
Muhammadiyah 10 palembang. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan dengan
menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi, sedangkan untuk
analisa dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
kualitatif. Hasil penelitian ini adalah : pertama, penyebab konflik di SMP
Muhammadiyah 10 Palembang yaitu, adanya komunikasi yang tidak efektif, struktur
oragnisasi dimana ada salah satu guru yang merangkap jabatan, faktor
individual/ personal, serta kondisi emosi. Kedua, strategi kepala sekolah dalam
manajemen konflik yaitu, menggunakan strategi sama-sama merugi, kalah menang,
dan strategi menang-menang atau win-win solution. Ketiga, faktor yang
mempengaruhi strategi kepala sekolah dalam manajemen konflik yaitu, faktor
kepribadian individu yang terlibat konflik, faktor situasional, faktor
interaksi, dan isu konflik.
6.
Salah satu
contoh organisasi yang dapat mengelola konflik dengan baik adalah UKM Pramuka
UGM. Unit kegiatan Mahasiswa yang hampir mencapai usia ke-26 tahun ini ternyata
memiliki mekanisme unik dalam merespon konflik yang ada di tubuhnya. Baik
konflik internal anggota, anggota-pimpinan, maupun antar pimpinan itu sendiri.
Dalam mengambil beberapa kputusan, acapkali sebuah organisasi kesulitan dalam mengakomodir segenap kepentingan anggota di dalamnya. Tidak terkecuali di tubuh UKM Pramuka UGM sendiri. Ketika pimpinan dipegang oleh sebuah kepengurusan baru, maka ada beberapa prosedur dan mekanisme wajib yang harus dijalankan. Sesuai dengan prinsip dasar dan metode kepramukaan, maka setiap keputusan yang diambil harus melalui jalan musyawarah untuk mufakat.
Dalam mengambil beberapa kputusan, acapkali sebuah organisasi kesulitan dalam mengakomodir segenap kepentingan anggota di dalamnya. Tidak terkecuali di tubuh UKM Pramuka UGM sendiri. Ketika pimpinan dipegang oleh sebuah kepengurusan baru, maka ada beberapa prosedur dan mekanisme wajib yang harus dijalankan. Sesuai dengan prinsip dasar dan metode kepramukaan, maka setiap keputusan yang diambil harus melalui jalan musyawarah untuk mufakat.
Di UKM Pramuka UGM dikenal istilah musyawarah
kerja yang merupakan forum tertinggi untuk menentukan program kerja apa saja
yang akan dijalankan oleh mereka. Namun sebelum masuk forum tersebut, rancangan
program kerja harus dibahas pada forum yang lebh kecil di Pimpinan Dewan Racana
(Pengurus Operasional) dan di Dewan Racana (Pengelola secara umum yang telah
Pandega). Konflik yang kerap muncul adalah konflik interpersonal dan kepentingan golongan. Hal ini
sangat wajar mengingat Pramuka merupakan organisasi yang berlandaskan prinsip
kekeluargaan. Selain pada
rapat-rapat formal, konflik juga sering muncul pada kehidupan sehari-hari di
Sanggar Bakti (semacam secretariat di Gelanggang Mahasiswa UGM). Interaksi yang
terjadi hari sangat memungkinkan terjadinya konflik antar anggota. Baik yang
sifatnya laten maupun terbuka. Konflik-konflik tersebut kerap mewarnai
perjalanan dan kehidupan di Sanggar. Sehingga dinamika yang timbul karenanya
seringkali menyulitkan sekaligus menjadi sebuah tantangan bagi pimpinan dalam
mengntisipasinya.
Dalam menyikapi konflik yang terjadi di internal
anggota, personil yang secara fungsional bertanggung jawab adalah pemangku
adat. Peran yang biasanya dipegang oleh anggota yang paling tua di antara
pimpinan lainnya ini adalah sebagai seseorang yang memediasi konflik yang terjadi.
Namun, selain secara personal, terdapat beberapa badan yang dijadikan alat
untuk menyelesaikan konflik jika konflik yang dirasa tidak dapat dilaksanakan
oleh pemangku adat secara personal. Badan tersebut adalah pendamping dan Dewan
Kehormatan.
Pendamping merupakan seorang kakak (sudah
pandega) yang bertugas mendampingi adiknya (calon pandega) untuk menempuh SKU
Pand Pendamping, Pemangku Adat, dan Dewan Kehormatan adalah beberapa alat yang
digunakan untk melakukan proses komunikasi antar anggota di UKM Pramuka UGM.
(GBHKR Jangka Pendek 2006-2007 Gerakan Pramuka Racana Gadjah Mada dan Racana
Tri bhuwanatungga dewi). Sebagai seorang pendamping, ia bertanggung jawab
atas perilaku dan watak adik dampingannya itu. Begitu pula dengan konflik yang
mungkin muncul dari hubungan tesebut. Dalam hal ini pendamping berfungsi layaknya orang tua yang mengawasi dan memantau
perkembangan.
SUMBER PUSTAKA
-
Hadari
Nawawi. 2006. Manajemen Kinerja.
Gajah Mada University Press:Yogyakarta.
-
Mardianto,
A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status
Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di Universitas Gajah Mada.
Jurnal Psikologi, No. 2
-
Siswanto.
2011. Pengantar Manajemen. Penerbit
Bumi Aksara – Jakarta
-
Winardi.
1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan). Bandung.
Penerbit: CV. Mandarmaju.
-
Wirawan.
Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian. 2009.
Jakarta: Salemba Humanika
-
http://capricorn-ceria.blogspot.com/2012/01/upaya-pengendalian-konflik-dalam.html
diakses Senin, 09 Januari 2012 oleh Ceria
-
https://idtesis.com/pembahasan-lengkap-teori-pengelolaan-konflik-menurut-para-ahli-dan-contoh-tesis-pengelolaan-konflik/
diakses pada Minggu, 28 April 2019
-
https://www.kompasiana.com/dejusticeshare.blogspot.com/5535a7376ea8348216da42d6/pengelolaan-konflik
oleh Andika Shobirin - diakses pada Minggu,
28 April 2019
Media yang digunakan dalam materi ini adalah Kincir Konflik
Kincir Konflik Nampak dari Depan |
Nomer Soal Kincir Konflik |
Soal-Soal dalam Kincir Konflik |
Kincir Konflik Nampak dari Samping |
Langkah bermain kincir konflik :
1.
Kincir berisikan angka 1-9
2.
Kincir diputar searah dengan jarum
jam
3.
Tunggu sampai kincir berhenti dan
anak panah menunjukkan angka yang terdapat pada kincir
4.
Setelah berhenti pada salah satu
angka, kemudian diberikan soal yang telah disediakan sesuai dengan angka yang
ditunjuk oleh anak panah. Misalnya anak panah menunjuk
angka 5 maka soal yang diberikan juga soal bernomor 5 dan seterusnya.
5.
Kemudian soal yang telah
didapatkan didiskusikan dan diberikan paparan jawaban yang benar
0 komentar:
Posting Komentar