Sosiologi Antropologi

Banner 468 x 60px

Selasa, 28 Mei 2019

Materi dan Media Pengelolaan Konflik

0 komentar

 PENGELOLAAN KONFLIK

A.    PENGERTIAN PENGELOLAAN KONFLIK
Dalam sebuah organisasi apapun bentuk dan jenisnya merupakan himpunan sejumlah manusia (dua atau lebih) yang bekerja sama selalu terjadi benturan-benturan, baik antar individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan yang disebut konflik dalam bekerja. Dengan kata lain dalam kehidupan organisasi yang didalamnya terlibat interaksi sejumlah manusia sebagai karyawan/anggota organisasi, terjadi konflik merupakan fakta yang tak dapat dihindari. (Nawawi, 2006: 332)
Oleh karena itu apapun bentuk konflik yang terjadi di dalam suau organisasi, secara pasti berakibat pada pelaksanaan pekerjaan yang tidak efektif dan tidak efesien. Untuk itulah setiap pemimpin harus mampu menyelesaikan atau sekurang-kurangnya membantu penyelesaian konflik yang terjadi dalam organisasi. Dengan bentuk manajemen konflik secara maksimal.
Konflik menurut kartini kartono (dalam Nawawi, 2006: 333) mengatakan bahwa konflik adalah oposisi interaktif berupa antagonisme (pertentangan), benturan paham, perselisihan, kurang mufakat, pergeseran, perkelahian, tawuran, benturan senjata dan perang. Konflik adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan di antara dua pihak atau lebih, di mana masing-masing mempersepsikan adanya intervensi dari pihak lain, yang dianggap menghalangi jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya terjadi bila semua pihak yang terlibat, mencium adanya ketidaksepakatan.
Menurut Robins dalam Wirawan (2009:5) “Konflik adalah suatu proses dimana A melakukan usaha yang sengaja dibuat untuk menghalangi sehingga mengakibatkan frustasi pada B dalam usahanya untuk mencapai tujuan atau meneruskan kepentingannya. Menurut Digilamo dalam Wirawan (2009:5) “Konflik adalah suatu proses yang dimulai ketika individu atau kelompok merasa ada perbedaan dan oposisi antara dirinya sendiri dan orang lain atau kelompok tentang kepentingannya dan sumber daya, kepercayaan, nilai-nilai, atau kebiasaan itu berarti bagi mereka”.
Sedarmayanti (2000:137) mengemukakan “konflik merupakan perjuangan antara kebutuhan, keinginan, gagasan, kepentingan atau pihak saling bertentangan, sebagai akibat dari adanya perbedaan sasaran (goals); nilai (values); pikiran (cognition); perasaan (affect); dan perilaku (behavior)”. Beberapa definisi tentang konflik tersebut, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu proses yang terjadi antara manusia dalam interaksinya dengan orang lain disebabkan perbedaan kebutuhan, perbedaan aktivitas dan perbedaaan pandangan dalam suatu masalah.
Berkaitan dengan pengertian konflik di atas maka dapat diartikan bahwa konflik diawali dengan persaingan, sehingga selama ada individu maupun kelompok yang dinamis dan memiliki vitalitas besar untuk mengembangkan diri, kelompok atau organisasi, maka selama itu pula terdapat potensi konflik di lingkungan sebuah organisasi.
Menurut Fren Luthans konflik berarti suatu kondisi pertentangan antar tujuan berdasarkan nilai-nilai dan sasaran-sasaran di dalamnya, yang berdampak timbulnya perilaku dan emosi yang tidak sama dan mengarah pada permusuhan dan pertikaian. (dalam Nawawi, 2006: 333)
Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Dengan demikian manajemen/pengelolaan konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga (Ardi Maulidy Navastara, 2007).
Menurut Ross (1993), manajemen/ pengelolaan konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen/ pengelolaan konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.

B.     UPAYA PENGELOLAAN KONFLIK
Menurut Dawn M. Baskerville (1993), Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan cara:
-          Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
-          Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
-          Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
-          Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
-          Teknik atau Keahlian untuk Mengelola Konflik
Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada: Konflik itu sendiri, Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya, Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik, Pentingnya isu yang menimbulkan konflik, dan Ketersediaan waktu dan tenaga. Manajemen harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang melahirkan konflik yang bersifat disfungsional) yang justru merusak spirit sinergisme organisasi tanpa melupakan continous re-empowerment.
Menurut Dawn M. Baskerville, 1993:65), Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul yaitu:
ü  Avoiding: gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
ü  Accomodating: gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
ü  Compromising: merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
ü  Competing: artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose solution).
ü  Collaborating: dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain. Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
ü  Conglomeration (mixtured type): cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam penyelesaian konflik
Menurut Andika Shobirin dalam artikelnya, Ada tiga bentuk menajemen konflik :
a.       Stimulasi konflik dalam satuan-satuan organisasi di mana pelaksanaan kegiatan lambat karena tingkat konflik terlalu rendah.
b.      Pengurangan atau penekanan konflik bila terlalu tinggi ataumenurunkan produktivitas
c.       Penyelesaian konflik

C.    CONTOH PENGELOLAAN KONFLIK
Beberapa contoh pengelolaan konflik ada dibawah ini, yaitu :
1.      Pengelolaan Konflik di SMK Negeri 1 Purwodadi
Penelitian ini mempunyai tiga tujuan. (1) Mendeskripsikan pengelolaan sumbersumber konflik di SMK Negeri 1 Purwodadi. (2) Mendeskripsikan pengelolaan Jenis-jenis konflik di SMK Negeri 1 Purwodadi. (3) Mendeskripsikan pengelolaan penanganan konflik di SMK Negeri 1 Purwodadi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumen. Hasil penelitian ini ada tiga. (1) Pengeloaan sumber-sumber konflik di SMK Negeri 1 Purwodadi tidak bisa dilepaskan dari peranan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah sebagai mediator sekaligus motor penggerak pengelolaan konflik yang efektif dan berdampak positif bagi kemajuan sekolah. (2) Pengelolaan jenis-jenis konflik di SMK Negeri 1 Purwodadi melingkupi macam-macam segi konflik terdiri dari konflik siswa, konflik guru sampai konflik karyawan. Pada dasarnya konflik yang terjadi di SMK Negeri 1 Purwodadi adalah jenis konflik yang melibatkan segi antar guru maupun guru dengan karyawan sedangkan konflik antar siswa atau yang melibatkan siswa lebih sedikit atau minim.(3) Pengelolaan Penanganan Konflik di SMK Negeri 1 Purwodadi, untuk mengatasi konflik mempunyai delapan strategi yang dilakukan kepala sekolah 1) dengan strategi manajemen SWOT yang merupakan metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu lingkup pembelajaran di sekolah; 2) Penanaman nilai TOP (tangguh optimis dan pemberani); 3) mediasi; 4) mengundang guru tamu; 5) majelis pengajian; 6) reorganisasi struktur; 7) In House Training (IHT); dan 8) penyusunan job description.

2.      Implementasi Manajemen Konflik di Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin Pengalihan Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk mengetahui implementasi manajemen konflik dan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik di Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin Pengalihan Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir. Subjek penelitian ini adalah Kepala Madrasah dan para Guru Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin yang berjumlah tiga orang sedangkan objek dalam penelitian ini adalah implementasi manajemen konflik dan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik di Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin Pengalihan Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2011. Teknik pengumpulan data ada 3 yaitu wawancara, observasi, dokumentasi. Dengan menggunakan analisis domain, dan analisis taksonomi. Selanjutnya untuk menguji keabsahan data menggunakan triangulasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa implementasi manajemen konflik di Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin dapat dikatakan baik sebab : Kepala madrasah mengidentifikasi gejala konflik, memahami bagaimana mengetahui gejala konflik, memahami gejala konflik, memahami bagaimana cara mengetahui sumber-sumber konflik, mengetahui penyebab konflik, mengelompokkan sumber-sumber konflik, mengelompokkan konflik yang bersifat fungsional dan disfungsional, memahami konflik yang termasuk penting dan mendesak untuk diselesaikan, mengetahui pendekatan yang digunakan dalam penyelesaian konflik , mengevaluasi untuk mengoreksi ataupun pemantapan pada langkah-langkah sebelumnya. Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik di Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin Pengalihan Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir adalah salah paham, perbedan pendapat dari masing-masing pihak merasa benar yang berdampak pada ketegangan antar individu, terlalu sensitif, kurangnya kemampuan dalam berkomunikasi, terlalu berlebihan dalam berkomunikasi pada salah satu pihak sehingga pihak lain hanya sebagai pendengar, dan adanya friksi antar pribadi.

3.      Manajemen Konflik Untuk Menciptakan Komunikasi Yang Efektif (Studi Kasus Di Departemen Purchasing PT. Sumi Rubber Indonesia)
Perilaku buruk yang dilakukan oleh seorang karyawan dalam sebuah organisasi akan menghambat komunikasi yang terjadi antar anggotanya. Perilaku buruk yang kerap terjadi disebuah perusahaan adalah memeras, suap, menggertak, menipu, ketidakjujuran, intimidasi, pelanggaran privasi, pelecehan seksual, ancaman, pencurian, diskriminasi, pemberian informasi yang salah. Di departemen Purchasing PT. Sumi Rubber Indonesia terdapat beragam perilaku buruk yang ditemukan, diantaranya adalah agresi kejahatan, penipuan, ketidaksopanan, sabotase dan pencurian. Komunikasi berarti memberikan informasi dan mendistribusikannya kepada para anggota organisasi, jika distribusi tersebut terhambat karena adanya perilaku buruk yang dilakukan oleh seseorang atau salah satu karyawan maka komunikasi yang terjalin menjadi tidak efektif. Dalam jangka panjang komunikasi yang tidak efektif tersebut akan mengakibatkan timbulnya kesalahpahaman penafsiran sehingga menimbulkan prasangka dan akhirnya berujung pada konflik dalam internal perusahaan atau organisasi. Peran manajemen sangat dibutuhkan untuk mengatasi konflik yang terjadi karena dampak dari konflik tersebut akan berimbas pada kinerja dan efektifitas pekerjaan diperusahaan khususnya di PT. Sumi Rubber Indonesia.

4.      Strategi Pengelolaan Konflik Internal Partai Politik (Studi terhadap Pembekuan Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan)
Konflik dalam tubuh partai politik menjadi fenomena unik di era reformasi ini. Umumnya, partai gagal melakukan konsensus untuk menyelesaikan konflik. Akibatnya interaksi dalam kepentingan politik kerap menggunakan metode konflik. Konflik elite partai ini menjadi bukti tidak adanya konsesnsus bersama para elite partai. Salah satu konflik yang terjadi dalam internal partai politik adalah konflik yang terjadi pada Partai Persatuan Pembangunan di Jawa Timur. Dimana Dewan Perwakilan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan Jawa Timur mengeluarkan surat keputusan untuk membekukan kepengurusan partai di Kabupaten Bangkalan yang dianggap tidak berfungsi dengan maksimal dalam pemilu tahun 2009. Bahkan ada indikasi adanya “perlawanan” dari pengurus DPD Kabupaten Bangkalan dalam pemenangan pemilu tahun 2009, sehingga Dewan Perwakilan Wilayah memutuskan untuk membekukan kepengurusannya. Disisi lain, unjuk rasa ratusan kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memprotes pembekuan Dewan Pimpinan Daerah PPP Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, berakhir ricuh. Massa saling dorong dan baku pukul dengan petugas keamanan. Aksi saling dorong dan saling pukul antara demonstran dan aparat keamanan tidak terhindarkan ketika massa memaksa masuk ke Kantor DPW PPP Jatim. Petugas menghalangi demonstran karena khawatir mereka akan bertindak anarkisme.
Pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik oleh Dahrendorf, yang menyatakan bahwa kebanyakan konflik yang melibatkan massa tidak terlepas dari salah satu faktor kebijakan yang dianggap diskriminasi dan menjadi motivator untuk melakukan konflik, baik itu secara langsung ataupun sebaliknya. Hal ini telah dijelaskan oleh Dahrendorf yang telah menjelaskan tentang kondisi-kondisi dimana kepentingan laten itu menjadi manifest dan kelompok semu dapat diubah menjadi kelompok-kelompok kepentingan yang bersifat konflik. Kondisi-kondisi ini diklasifikasikan sebagai, kondisi teknis, politik, dan sosial.
Peneliti menggunakan jenis penelitian deskripstif melalui pendekatan kualitatif, dengan adanya penelitian tersebut dapat memberikan pemahaman dan pengertian secara mendalam terhadap objek peneliti, dari pelaksanaanya peneliti berhasil mengumpulkan data serta informasi yang akurat dari informan, sedangkan perspektif yang digunakan adalah bahwa data yang dikumpulkan di upayakan untuk di deskripsikan berdasarkan ungkapan, bahasa, cara berpikir dan pandangan subjek penulis.

5.      Strategi Kepala Sekolah dalam Manajemen Konflik di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 10 Palembang
Penelitian ini bertitik tolak dari pemikiran bahwa strategi kepala sekolah dalam manajemen konflik merupakan langkah dalam peningkatan manajemen sekolah, yang mana salah satu komponen terpenting yang harus diperhatikan dalam lingkungan sekolah adalah manajemen konflik, konflik dalam lingkungan sekolah terdiri dari konflik dalam diri individu, konflik antar individu, konflik antar individu dengan kelompok, konflik antar kelompok, dan konflik antar organisasi. Oleh karena itu kepala sekolah mempunyai tugas yang sangat berat yaitu memanajemen konflik, sehingga kepala sekolah harus menyusun strategi dalam mengatasi konflik, dengan terkelolanya konflik dengan baik akan berdampak positif dalam kelangsungan proses pendidikan dan pencapaian tujuan pendidikan. Adapun masalah yang diteliti penulis yaitu: apa saja penyebab konflik di SMP Muahmmadiyah 10 Palembang?, bagaimana strategi kepala sekolah dalam manajemen konflik di SMP Muhammadiyah 10 Palembang?, dan faktor apa saja yang mempengaruhi strategi kepala sekolah dalam manangani konflik di SMP Muhammadiyah 10 Palembang?, sedangkan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab konflik di SMP Muhammadiyah 10 Palembang, mengetahui strategi kepala sekolah dalam manajemen konflik di SMP Muhammadiyah 10 palembang, dan faktor apa saja yang mempengaruhi strategi kepala sekolah dalam manajemen konflik di SMP Muhammadiyah 10 Palembang, adapun informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan siswa SMP Muhammadiyah 10 palembang. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi, sedangkan untuk analisa dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif. Hasil penelitian ini adalah : pertama, penyebab konflik di SMP Muhammadiyah 10 Palembang yaitu, adanya komunikasi yang tidak efektif, struktur oragnisasi dimana ada salah satu guru yang merangkap jabatan, faktor individual/ personal, serta kondisi emosi. Kedua, strategi kepala sekolah dalam manajemen konflik yaitu, menggunakan strategi sama-sama merugi, kalah menang, dan strategi menang-menang atau win-win solution. Ketiga, faktor yang mempengaruhi strategi kepala sekolah dalam manajemen konflik yaitu, faktor kepribadian individu yang terlibat konflik, faktor situasional, faktor interaksi, dan isu konflik.

6.      Salah satu contoh organisasi yang dapat mengelola konflik dengan baik adalah UKM Pramuka UGM. Unit kegiatan Mahasiswa yang hampir mencapai usia ke-26 tahun ini ternyata memiliki mekanisme unik dalam merespon konflik yang ada di tubuhnya. Baik konflik internal anggota, anggota-pimpinan, maupun antar pimpinan itu sendiri.
Dalam mengambil beberapa kputusan, acapkali sebuah organisasi kesulitan dalam mengakomodir segenap kepentingan anggota di dalamnya. Tidak terkecuali di tubuh UKM Pramuka UGM sendiri. Ketika pimpinan dipegang oleh sebuah kepengurusan baru, maka ada beberapa prosedur dan mekanisme wajib yang harus dijalankan. Sesuai dengan prinsip dasar dan metode kepramukaan, maka setiap keputusan yang diambil harus melalui jalan musyawarah untuk mufakat.
Di UKM Pramuka UGM dikenal istilah musyawarah kerja yang merupakan forum tertinggi untuk menentukan program kerja apa saja yang akan dijalankan oleh mereka. Namun sebelum masuk forum tersebut, rancangan program kerja harus dibahas pada forum yang lebh kecil di Pimpinan Dewan Racana (Pengurus Operasional) dan di Dewan Racana (Pengelola secara umum yang telah Pandega). Konflik yang kerap muncul adalah konflik interpersonal dan kepentingan golongan. Hal ini sangat wajar mengingat Pramuka merupakan organisasi yang berlandaskan prinsip kekeluargaan. Selain pada rapat-rapat formal, konflik juga sering muncul pada kehidupan sehari-hari di Sanggar Bakti (semacam secretariat di Gelanggang Mahasiswa UGM). Interaksi yang terjadi hari sangat memungkinkan terjadinya konflik antar anggota. Baik yang sifatnya laten maupun terbuka. Konflik-konflik tersebut kerap mewarnai perjalanan dan kehidupan di Sanggar. Sehingga dinamika yang timbul karenanya seringkali menyulitkan sekaligus menjadi sebuah tantangan bagi pimpinan dalam mengntisipasinya.
Dalam menyikapi konflik yang terjadi di internal anggota, personil yang secara fungsional bertanggung jawab adalah pemangku adat. Peran yang biasanya dipegang oleh anggota yang paling tua di antara pimpinan lainnya ini adalah sebagai seseorang yang memediasi konflik yang terjadi. Namun, selain secara personal, terdapat beberapa badan yang dijadikan alat untuk menyelesaikan konflik jika konflik yang dirasa tidak dapat dilaksanakan oleh pemangku adat secara personal. Badan tersebut adalah pendamping dan Dewan Kehormatan.
Pendamping merupakan seorang kakak (sudah pandega) yang bertugas mendampingi adiknya (calon pandega) untuk menempuh SKU Pand Pendamping, Pemangku Adat, dan Dewan Kehormatan adalah beberapa alat yang digunakan untk melakukan proses komunikasi antar anggota di UKM Pramuka UGM. (GBHKR Jangka Pendek 2006-2007 Gerakan Pramuka Racana Gadjah Mada dan Racana Tri bhuwanatungga dewi). Sebagai seorang pendamping, ia bertanggung jawab atas perilaku dan watak adik dampingannya itu. Begitu pula dengan konflik yang mungkin muncul dari hubungan tesebut. Dalam hal ini pendamping berfungsi layaknya orang tua yang mengawasi dan memantau perkembangan.



SUMBER PUSTAKA
-          Hadari Nawawi. 2006. Manajemen Kinerja. Gajah Mada University Press:Yogyakarta.
-          Mardianto, A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di Universitas Gajah Mada. Jurnal Psikologi, No. 2
-          Siswanto. 2011. Pengantar Manajemen. Penerbit Bumi Aksara – Jakarta
-          Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan). Bandung. Penerbit: CV. Mandarmaju.
-          Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian. 2009. Jakarta: Salemba Humanika
-          http://capricorn-ceria.blogspot.com/2012/01/upaya-pengendalian-konflik-dalam.html diakses Senin, 09 Januari 2012 oleh Ceria
-          https://www.kompasiana.com/dejusticeshare.blogspot.com/5535a7376ea8348216da42d6/pengelolaan-konflik oleh Andika Shobirin - diakses pada Minggu, 28 April 2019

Media yang digunakan dalam materi ini adalah Kincir Konflik
Kincir Konflik Asoyy
Kincir Konflik Nampak dari Depan

Kincir Konflik Asoii
Nomer Soal Kincir Konflik

Kincir Konflik Asoyyy
Soal-Soal dalam Kincir Konflik

Kincir Konflik Asoyy
Kincir Konflik Nampak dari Samping


Langkah bermain kincir konflik :
1.       Kincir berisikan angka 1-9
2.       Kincir diputar searah dengan jarum jam
3.       Tunggu sampai kincir berhenti dan anak panah menunjukkan angka yang terdapat pada kincir
4.       Setelah berhenti pada salah satu angka, kemudian diberikan soal yang telah disediakan sesuai dengan angka yang ditunjuk oleh anak panah. Misalnya anak panah menunjuk angka 5 maka soal yang diberikan juga soal bernomor 5 dan seterusnya.
5.       Kemudian soal yang telah didapatkan didiskusikan dan diberikan paparan jawaban yang benar

0 komentar:

Posting Komentar