Rekonsiliasi Konflik
1.
Pengertian
Rekonsiliasi. Menurut Pdf Strategi penyelesaian konflik
Bab II (internet)
Menurut Galtung (1994:67) bahwa rekonsiliasi adalah
bentuk akomodatif dari pihak-pihak yang terlibat konflik destruktif untuk
saling menghargai satu sama lain, menyingkirkan rasa sakit, dendam, takut,
benci, dan bahaya terhadap pihak lawan. Dari pengertian rekonsiliasi tersebut,
dapat dikatakan bahwa rekonsiliasi merupakan bentuk akomodatif dari pihak yang
bertikai untuk saling menghargai dan tidak saling membenci
terhadap
pihak lawan.
Menurut John Dawson (1998:27) bahwa arti dari
rekonsiliasi adalah mengekspresikan serta menerima pengampunan dan mengejar
persekutuan intim dengan orang-orang yang sebelumnya menjadi musuh. Dari pengertian
rekonsiliasi tersebut, dapat dikatakan bahwa rekonsiliasi merupakan proses
penerimaan pengampunan untuk mengejar persekutuan dengan pihak-pihak yang
sebelumnya belum menjadi musuh.
Menurut Carol (1998:159) bahwa rekonsiliasi
menyelaraskan atau menyelesaikan suatu ketidakcocokan, bergabung kembali,
berbaik kembali, sependapat kembali, memulihkan persekutuan kembali dan
kepercayaan. Dari pengertian rekonsiliasi tersebut, dapat dikatakan bahwa rekonsiliasi
merupakan proses penyelesain konflik untuk memulihkan kembali keadaan-keadaan
yang berakibat terhadap pertikaian.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa pengertian rekonsiliasi dalam hal ini adalah mengejar suatu
perdamaian dengan menyelesaikan akar permasalahannya dan mengampuni, guna memperoleh
persekutuan (kerukunan kembali) serta bertujuan agar terciptanya suatu
perdamaian (kerukunan kembali) tanpa kebencian, dendam, amarah, akar pahit,
serta membina hubungan kembali. Rekonsiliasi sebagai bagian dari resolusi
konflik, merupakan tahapan perdamaian yang paling banyak memakan waktu dan
sangat melelahkan tetapi harus dilakukan.
Rekonsiliasi
merupakan upaya yang ditempuh untuk mengakomodasi dua kepentingan yang berbeda
yang bertujuan untuk memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula.
2.
Proses
Rekonsiliasi Konflik
Proses rekonsiliasi menurut model pemaafan Long &
Brecke (2003) (Sumber dari internet. Teori-Teori Tentang Konflik Dan
Rekonsiliasi - Dari Disertasi Hamdi, Uploaded by DIAL_ANTROPOLOGI)
Pengungkapan
kebenaran
|
Redefinisi
identitas sosial
|
Keadilan
parsial
|
Kesediaan
membangun hubungan baru
|
Rekonsiliasi
yang berhasil
|
Pada
fase pertama, kelompok yang berkonflik harus mau dan
rela menyadari apa yang telah terjadi pada masa lalu. Setiap kelompok yang
bertikai harus mau dan mampu menyadari kesalahan di masa lalu. Idealnya proses
pengungkapan kebenaran harus terbuka untuk publik, misalnya melalui investigasi
resmi, laporan di media massa, dll.Memang harus disadari konsekuensi psikologik
dari proses ini. Berbagai macam reaksi bisa muncul dari proses ini; merasamalu,
bersalah, dan perilaku agresif. Seperti yang diungkapkan oleh Fitzgibbons
(1998), cara coping yang paling mungkin muncul, bisa dalam bentuk pengingkaran,
agresivitas aktif (marah) atau pasif (dendam) atau bisa juga pemaafan. Pilihan untuk
memaafkan mengharuskan semua pihak untukmenyadari terlebih dulu (bukan
mengikari) apa-apa yang telah terjadi, mengapa terjadi, siapa yang melakukan,
mengapa ia melakukan, apa kesalahannya. Seperti yang dikatakan North(1998: 17),
memaafkan bukan berarti melupakan.
Pada
fase kedua, rekonsiliasi menghendaki kesediaan kelompok mengubah
sudut pandangnya mengenai posisi dan identitas kelompok sendiri, posisi dan
identitas kelompok lainnya.
Ketiga,
kelompok-kelompok yang dirugikan sungguh pun berhak untuk mendapat keadilan
yang setimpal dengan apayang telah diperbuat oleh pihak perpetrator kepadanya
sebelumnya, ataupun mempunyai kesempatan untukmembalas dendam, hendaknya bisa
menyadari bahwa keadilan tidak akan bisa ditegakkan sepenuhnya. Menurut Long
dan Brecke, apa yang bisa dicapai dalam soal keadilan ini, hanyasebatas pada
yang disebut sebagai ‘partial justice’. Penegakan dan pencarian keadilan dalam
pengertian setuntas-tuntasnya tidak akan pernah didapat, yang penting dalam hal
ini adalah adanya perhatian pada pemenuhan ‘rasa keadilan’ saja.
Keempat,
proses rekonsiliasi harus diakhiri dengan keinginan untuk membuat kontak lebih
intens, jika perlu disertai dengan
pemaafan secara publik atau secara sosial (social forgiveness), menawarkan
hubungan yang lebih bagus, paling tidak hidup berdampingan secara damai
(coexistence), saling menghormati, dan saling toleran.
3.
Contoh
Rekonsiliasi Konflik
a.
Konflik
di Papua. Menurut Fadhal Heger. 2 Juli 2015, Transformasi Agama
dan Rekonsiliasi Konflik di Papua.
Konflik
Papua dalam konteks ini lahir akibat adanya suatu penjajahan baru terhadap
kehidupan manusia di segala lini kehidupan. Rekonsiliasi persoalan ini dengan
cara yang berbeda yaitu dengan mentransformasikan agama. Agama mempunyai
pengaruh yang besar dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Rekonsiliasi sendiri
diartikan sebagai sebuah wahana dimana transformasi agama menjadi wadah
pemecahan persoalan.
b.
Rekonsiliasi
Konflik Agraris di Bima, NTB. Menurut Kompasiana –
Rekonsiliasi Konflik Bima 31 Januari 2012.
Konflik
agrarian yang terjadi di Bima terjadi karena ijin eksplorasi perusahaan yang
tumpah tindih dengan lahan warga dibuat secara sepihak dan memicu rentetan
konflik sejak awal tahun 2011. Konflik ini disebabkan kebijakan pemerintah yang
begitu liberal pada modal asing. Pemerintah “salah urus”, pengelolaan sector
agrarian justru menghilangkan hak mayoritas rakyat terhadap akses tanahnya.
Tetapi ketika menghadapi kasus konflik agraria dan protes rakyat, pemerintah
malah mengambil langkah seribu alasan untuk kabur. Dengan dicabutnya ijin
eksplorasi tambang tersebut maka akar persoalan kekerasan dan konflik agraria
di Bima memang sudah selesai.
Tetapi ekses dari
kekerasan yang dilakukan Negara justru meninggalkan trauma dan antipasti yang
kuat terhadap institusi pemerintah. Maka dibutuhkan upaya rehabilitasi dan
rekonsiliasi sebagai jalan paling arif dan demokratis dalam menyelesaikan
konflik agrarian yang bukan saja mencegah agar tidak terjadi korban lagi dan
memulihkan luka rakyat terhadap pemerintah. Pesan dari rakyat 3 Kecamatan
(Lambu, Sape dan Lambudu) perlu didukung karena mereka menuntut ketegasan pihak
Polresta Bima untuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyidikan
(SP3), dan pihak Jaksa Agung RI mengeluarkan Surat Keputusan Devonering
(penghentian perkara untuk kepentingan umum) dalam proses rekonsiliasi.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi,
Yan, dkk. Sosiologi SMA Kelas XI. Jakarta : Yudistira
Maryati,
Kun, dkk. Sosiologi untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Erlangga
www.scribd.com
Dari Teori-Teori Tentang Konflik Dan Rekonsiliasi - Dari Disertasi Hamdi,
Uploaded by DIAL_ANTROPOLOGI
digibli.unila.ac.id.
Bab II pdf.
Langkah bermain kincir konflik:
1.
Kincir berisikan angka 1-9
2.
Kincir diputar searah dengan jarum
jam
3.
Tunggu sampai kincir berhenti dan
anak panah menunjukkan angka yang terdapat pada kincir
4.
Setelah berhenti pada salah satu
angka, kemudian diberikan soal yang telah disediakan sesuai dengan angka yang
ditunjuk oleh anak panah.
Misalnya anak panah menunjuk
angka 5 maka soal yang diberikan juga soal bernomor 5 dan seterusnya.
5.
Kemudian soal yang telah
didapatkan didiskusikan dan diberikan paparan jawaban yang benar
0 komentar:
Posting Komentar