Sosiologi Antropologi

Banner 468 x 60px

Selasa, 28 Mei 2019

Materi dan Media Rekonsiliasi Konflik

0 komentar

    Rekonsiliasi Konflik

     1.      Pengertian Rekonsiliasi. Menurut Pdf Strategi penyelesaian konflik Bab II (internet)
Menurut Galtung (1994:67) bahwa rekonsiliasi adalah bentuk akomodatif dari pihak-pihak yang terlibat konflik destruktif untuk saling menghargai satu sama lain, menyingkirkan rasa sakit, dendam, takut, benci, dan bahaya terhadap pihak lawan. Dari pengertian rekonsiliasi tersebut, dapat dikatakan bahwa rekonsiliasi merupakan bentuk akomodatif dari pihak yang bertikai untuk saling menghargai dan tidak saling membenci
terhadap pihak lawan.
Menurut John Dawson (1998:27) bahwa arti dari rekonsiliasi adalah mengekspresikan serta menerima pengampunan dan mengejar persekutuan intim dengan orang-orang yang sebelumnya menjadi musuh. Dari pengertian rekonsiliasi tersebut, dapat dikatakan bahwa rekonsiliasi merupakan proses penerimaan pengampunan untuk mengejar persekutuan dengan pihak-pihak yang sebelumnya belum menjadi musuh.
Menurut Carol (1998:159) bahwa rekonsiliasi menyelaraskan atau menyelesaikan suatu ketidakcocokan, bergabung kembali, berbaik kembali, sependapat kembali, memulihkan persekutuan kembali dan kepercayaan. Dari pengertian rekonsiliasi tersebut, dapat dikatakan bahwa rekonsiliasi merupakan proses penyelesain konflik untuk memulihkan kembali keadaan-keadaan yang berakibat terhadap pertikaian.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian rekonsiliasi dalam hal ini adalah mengejar suatu perdamaian dengan menyelesaikan akar permasalahannya dan mengampuni, guna memperoleh persekutuan (kerukunan kembali) serta bertujuan agar terciptanya suatu perdamaian (kerukunan kembali) tanpa kebencian, dendam, amarah, akar pahit, serta membina hubungan kembali. Rekonsiliasi sebagai bagian dari resolusi konflik, merupakan tahapan perdamaian yang paling banyak memakan waktu dan sangat melelahkan tetapi harus dilakukan.
            Rekonsiliasi merupakan upaya yang ditempuh untuk mengakomodasi dua kepentingan yang berbeda yang bertujuan untuk memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula.

2.      Proses Rekonsiliasi Konflik
Proses rekonsiliasi menurut model pemaafan Long & Brecke (2003) (Sumber dari internet. Teori-Teori Tentang Konflik Dan Rekonsiliasi - Dari Disertasi Hamdi, Uploaded by DIAL_ANTROPOLOGI)
Pengungkapan kebenaran
Redefinisi identitas sosial
Keadilan parsial
Kesediaan membangun hubungan baru
Rekonsiliasi yang berhasil
 





Pada fase pertama, kelompok yang berkonflik harus mau dan rela menyadari apa yang telah terjadi pada masa lalu. Setiap kelompok yang bertikai harus mau dan mampu menyadari kesalahan di masa lalu. Idealnya proses pengungkapan kebenaran harus terbuka untuk publik, misalnya melalui investigasi resmi, laporan di media massa, dll.Memang harus disadari konsekuensi psikologik dari proses ini. Berbagai macam reaksi bisa muncul dari proses ini; merasamalu, bersalah, dan perilaku agresif. Seperti yang diungkapkan oleh Fitzgibbons (1998), cara coping yang paling mungkin muncul, bisa dalam bentuk pengingkaran, agresivitas aktif (marah) atau pasif (dendam) atau bisa juga pemaafan. Pilihan untuk memaafkan mengharuskan semua pihak untukmenyadari terlebih dulu (bukan mengikari) apa-apa yang telah terjadi, mengapa terjadi, siapa yang melakukan, mengapa ia melakukan, apa kesalahannya. Seperti yang dikatakan North(1998: 17), memaafkan bukan berarti melupakan.
Pada fase kedua, rekonsiliasi menghendaki kesediaan kelompok mengubah sudut pandangnya mengenai posisi dan identitas kelompok sendiri, posisi dan identitas kelompok lainnya.
Ketiga, kelompok-kelompok yang dirugikan sungguh pun berhak untuk mendapat keadilan yang setimpal dengan apayang telah diperbuat oleh pihak perpetrator kepadanya sebelumnya, ataupun mempunyai kesempatan untukmembalas dendam, hendaknya bisa menyadari bahwa keadilan tidak akan bisa ditegakkan sepenuhnya. Menurut Long dan Brecke, apa yang bisa dicapai dalam soal keadilan ini, hanyasebatas pada yang disebut sebagai ‘partial justice’. Penegakan dan pencarian keadilan dalam pengertian setuntas-tuntasnya tidak akan pernah didapat, yang penting dalam hal ini adalah adanya perhatian pada pemenuhan ‘rasa keadilan’ saja.
Keempat, proses rekonsiliasi harus diakhiri dengan keinginan untuk membuat kontak lebih intens, jika perlu  disertai dengan pemaafan secara publik atau secara sosial (social forgiveness), menawarkan hubungan yang lebih bagus, paling tidak hidup berdampingan secara damai (coexistence), saling menghormati, dan saling toleran.

3.      Contoh Rekonsiliasi Konflik
a.      Konflik di Papua. Menurut Fadhal Heger. 2 Juli 2015, Transformasi Agama dan Rekonsiliasi Konflik di Papua.
Konflik Papua dalam konteks ini lahir akibat adanya suatu penjajahan baru terhadap kehidupan manusia di segala lini kehidupan. Rekonsiliasi persoalan ini dengan cara yang berbeda yaitu dengan mentransformasikan agama. Agama mempunyai pengaruh yang besar dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Rekonsiliasi sendiri diartikan sebagai sebuah wahana dimana transformasi agama menjadi wadah pemecahan persoalan.
b.      Rekonsiliasi Konflik Agraris di Bima, NTB. Menurut Kompasiana – Rekonsiliasi Konflik Bima 31 Januari 2012.
Konflik agrarian yang terjadi di Bima terjadi karena ijin eksplorasi perusahaan yang tumpah tindih dengan lahan warga dibuat secara sepihak dan memicu rentetan konflik sejak awal tahun 2011. Konflik ini disebabkan kebijakan pemerintah yang begitu liberal pada modal asing. Pemerintah “salah urus”, pengelolaan sector agrarian justru menghilangkan hak mayoritas rakyat terhadap akses tanahnya. Tetapi ketika menghadapi kasus konflik agraria dan protes rakyat, pemerintah malah mengambil langkah seribu alasan untuk kabur. Dengan dicabutnya ijin eksplorasi tambang tersebut maka akar persoalan kekerasan dan konflik agraria di Bima memang sudah selesai.
Tetapi ekses dari kekerasan yang dilakukan Negara justru meninggalkan trauma dan antipasti yang kuat terhadap institusi pemerintah. Maka dibutuhkan upaya rehabilitasi dan rekonsiliasi sebagai jalan paling arif dan demokratis dalam menyelesaikan konflik agrarian yang bukan saja mencegah agar tidak terjadi korban lagi dan memulihkan luka rakyat terhadap pemerintah. Pesan dari rakyat 3 Kecamatan (Lambu, Sape dan Lambudu) perlu didukung karena mereka menuntut ketegasan pihak Polresta Bima untuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyidikan (SP3), dan pihak Jaksa Agung RI mengeluarkan Surat Keputusan Devonering (penghentian perkara untuk kepentingan umum) dalam proses rekonsiliasi.




DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi, Yan, dkk. Sosiologi SMA Kelas XI. Jakarta : Yudistira
Maryati, Kun, dkk. Sosiologi untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Erlangga
www.scribd.com Dari Teori-Teori Tentang Konflik Dan Rekonsiliasi - Dari Disertasi Hamdi, Uploaded by DIAL_ANTROPOLOGI
digibli.unila.ac.id. Bab II pdf.


Media yang digunakan dalam Materi ini adalah Kincir Konflik





Langkah bermain kincir konflik:
1.       Kincir berisikan angka 1-9
2.       Kincir diputar searah dengan jarum jam
3.       Tunggu sampai kincir berhenti dan anak panah menunjukkan angka yang terdapat pada kincir
4.       Setelah berhenti pada salah satu angka, kemudian diberikan soal yang telah disediakan sesuai dengan angka yang ditunjuk oleh anak panah.
Misalnya anak panah menunjuk angka 5 maka soal yang diberikan juga soal bernomor 5 dan seterusnya.
5.       Kemudian soal yang telah didapatkan didiskusikan dan diberikan paparan jawaban yang benar

0 komentar:

Posting Komentar